menu

Tuesday, 7 July 2015

Dear future husband


Bu..., Calon Isteriku Gak Bisa Masak--
Di Subuh yang dingin...ku dapati Ibu sudah sibuk
memasak di dapur.
"Ibu masak apa? Bisa ku bantu?"
"Ini masak gurame goreng. Sama sambal tomat
kesukaan Bapak" sahutnya.
"Alhamdulillah.. mantab pasti.. Eh Bu.. calon istriku
kayaknya dia tidak bisa masak loh..."
"Iya terus kenapa..?" Sahut Ibu.
"Ya tidak kenapa-kenapa sih Bu.. hanya cerita saja,
biar Ibu tak kecewa, hehehe"
"Apa kamu pikir bahwa memasak, mencuci,
menyapu, mengurus rumah dan lain lain itu
kewajiban Wanita?"
Aku menatap Ibu dengan tak paham.
Lalu beliau melanjutkan, "Ketahuilah Nak, itu semua
adalah kewajiban Lelaki. Kewajiban kamu nanti kalau
sudah beristri." katanya sambil menyentil hidungku.
"Lho, bukankah Ibu setiap hari melakukannya?"
Aku masih tak paham juga.
"Kewajiban Istri adalah taat dan mencari ridho
Suami." kata Ibu.
"Karena Bapakmu mungkin tidak bisa mengurusi
rumah, maka Ibu bantu mengurusi semuanya.
Bukan atas nama kewajiban, tetapi sebagai wujud
cinta dan juga wujud Istri yang mencari ridho
Suaminya"
Saya makin bingung Bu.
"Baik, anandaku sayang. Ini ilmu buat kamu yang
mau menikah."
Beliau berbalik menatap mataku.
"Menurutmu, pengertian nafkah itu seperti apa?
Bukankah kewajiban Lelaki untuk menafkahi Istri?
Baik itu sandang, pangan, dan papan?" tanya Ibu.
"Iya tentu saja Bu.."
"Pakaian yang bersih adalah nafkah. Sehingga
mencuci adalah kewajiban Suami. Makanan adalah
nafkah. Maka kalau masih berupa beras, itu masih
setengah nafkah. Karena belum bisa di makan.
Sehingga memasak adalah kewajiban Suami. Lalu
menyiapkan rumah tinggal adalah kewajiban Suami.
Sehingga kebersihan rumah adalah kewajiban
Suami."
Mataku membelalak mendengar uraian Bundaku
yang cerdas dan kebanggaanku ini.
"Waaaaah.. sampai segitunya bu..? Lalu jika itu
semua kewajiban Suami. Kenapa Ibu tetap
melakukan itu semuanya tanpa menuntut Bapak
sekalipun?"
"Karena Ibu juga seorang Istri yang mencari ridho
dari Suaminya. Ibu juga mencari pahala agar
selamat di akhirat sana. Karena Ibu mencintai
Ayahmu, mana mungkin Ibu tega menyuruh
Ayahmu melakukan semuanya. Jika Ayahmu
berpunya mungkin pembantu bisa jadi solusi. Tapi
jika belum ada, ini adalah ladang pahala untuk Ibu."
Aku hanya diam terpesona.
"Pernah dengar cerita Fatimah yang meminta
pembantu kepada Ayahandanya, Nabi, karena
tangannya lebam menumbuk tepung? Tapi Nabi
tidak memberinya. Atau pernah dengar juga saat
Umar bin Khatab diomeli Istrinya? Umar diam saja
karena beliau tahu betul bahwa wanita
kecintaannya sudah melakukan tugas macam-
macam yang sebenarnya itu bukanlah tugas si
Istri."
"Iya Buu..."
Aku mulai paham,
"Jadi Laki-Laki selama ini salah sangka ya Bu,
seharusnya setiap Lelaki berterimakasih pada
Istrinya. Lebih sayang dan lebih menghormati jerih
payah Istri."
Ibuku tersenyum.
"Eh. Pertanyaanku lagi Bu, kenapa Ibu tetap mau
melakukan semuanya padahal itu bukan kewajiban
Ibu?"
"Menikah bukan hanya soal menuntut hak kita, Nak.
Istri menuntut Suami, atau sebaliknya. Tapi banyak
hal lain. Menurunkan ego. Menjaga keharmonisan.
Mau sama mengalah. Kerja sama. Kasih sayang.
Cinta. Dan Persahabatan. Menikah itu perlombaan
untuk berusaha melakukan yang terbaik satu
sama lain. Yang Wanita sebaik mungkin membantu
Suaminya. Yang Lelaki sebaik mungkin membantu
Istrinya. Toh impiannya rumah tangga sampai
Surga"
"MasyaAllah.... eeh kalo calon istriku tahu hal ini lalu
dia jadi malas ngapa-ngapain, gimana Bu?"
"Wanita beragama yang baik tentu tahu bahwa ia
harus mencari keridhoan Suaminya. Sehingga tidak
mungkin setega itu. Sedang Lelaki beragama yang
baik tentu juga tahu bahwa Istrinya telah banyak
membantu. Sehingga tidak ada cara lain selain lebih
mencintainya."

No comments:

Post a Comment